Mengapa Banyak Siswa Tidak Belajar Keterampilan Abad ke-21?
Di sebagian besar dunia, pendekatan yang dominan terhadap pendidikan wajib masih menggunakan model transmisi, di mana guru mengirimkan pengetahuan faktual kepada siswa melalui ceramah dan buku berisi teks. Dalam konteks Amerika Serikat, misalnya, standar dan gerakan pertanggungjawaban yang dimulai pada awal 1990-an mengarah pada pengembangan standar yang telah diajarkan secara dominan melalui model transmisi dan diuji melalui penilaian berdasarkan apa yang mereka ingat. Bahkan di antara banyak pengajar yang tersertifikasi dewan nasional, model transmisi masih mendominasi. 
Meskipun banyak negara yang mengalihkan fokus sistem pendidikan mereka dari model ini, masalah utama yang mereka hadapi ada dua: karena sistem pendidikan sulit diubah dan karena model transmisi menuntut disiplin serta keahlian pengajaran dari para guru daripada model “konstruktivis” yang kontras dimana para siswa lebih secara aktif mendapatkan keterampilan dan pengetahuan. Melalui model transmisi, siswa memiliki kesempatan untuk mempelajari informasi tetapi biasanya mereka tidak memiliki banyak praktek menerapkan pengetahuan kepada konteks baru, mengkomunikasikan dengan cara yang rumit, menggunakannya untuk memecahkan masalah, atau menggunakannya sebagai platform untuk mengembangkan kreativitas. Oleh karena itu, ini bukan cara yang paling efektif untuk mengajarkan keterampilan abad 21.
Kendala kedua bagi pengembangan keterampilan abad 21 adalah bahwa mereka tidak mempelajarinya jika tidak diajarkan secara jelas (eksplisit). Keterampilan ini biasanya tidak diajarkan dalam kursus terpisah yang berdiri sendiri, misalnya seperti cara berpikir. Kami berpendapat di bawah ini bahwa siswa harus belajar keterampilan abad 21 melalui studi pendisiplinan sehingga dapat melihat kurangnya kursus mandiri ini dengan baik. Menurut OECD 2008 Teaching and Learning International Survey (TALIS), para guru di 22 dari 23 negara yang ikut partisipasi  - sebagian besar dari Eropa Utara atau Timur - mendukung pengajaran konstruktivis. Namun, TALIS juga menunjukkan bahwa (di negara-negara yang berpartisipasi) keterampilan abad 21 tidak sering disorot dengan jelas bahkan saat para guru sudah menggunakan strategi pembelajaran aktif, seperti perdebatan dan percakapan kelas yang terstruktur.
Halangan ketiga adalah keterampilan abad 21 lebih sulit dinilai daripada keterampilan daya ingat faktual. Ketika mereka tidak diukur pada penilaian yang memiliki akuntabilitas atau sertifikasi, guru cenderung mengurangi hal ini sebagai prioritas di kelas mereka. Saat kita telah membahas seluruh tulisan ini, pengembangan keterampilan abad 21 membutuhkan perhatian yang jelas.

 
 
 
Comments
Post a Comment